Dalam sebuah sesi lembur (tanpa sengaja) di akhir pekan, Chinta, teman sebelah meja mendadak nyeritain kisah cinta seorang temannya. Kisah seorang gadis yang terkena bujuk rayu somebody else’s somebody, yang katanya mau mengakhiri his previous relationship, tapi end-up that man turn her down with some cliché reasons. Moral of the story : sebuah hubungan yang tidak dimulai dengan baik, tidak akan berjalan/berakhir dengan baik.
I can’t agree her more.
Hubungan yang tidak dimulai dengan baik maksudnya bukan hubungan yang tanpa cacat cela ya. Mana ada hubungan yang ngga ada ups-and-downs-nya? Maksud hubungan yang tidak dimulai dengan baik itu ketika tidak hanya ada ‘aku’ dan ‘kamu’, tapi ada pihak-pihak lain yang dirugikan ketika hubungan itu tercipta.
Aku pernah ada di dalam hubungan semacam itu. Entah itu yang aku fully aware kalo ini ngga baik tapi dengan bodohnya malah main api; atau yang aku kira baik-baik saja, tapi ternyata ngga. Dua-duanya berakhir sama : blunder. I ate my heart out. I cried a lot. I went nowhere. I suffered in total breakdown.
Katanya, masa lalu boleh berwarna hitam, tapi masa depan masih putih warnanya. Jadi, sekarang ini aku hanya ingin punya sebuah hubungan yang normal, yang dimulai dengan baik. Dengan semua ketidaknormalan dalam hidupku, rasanya ngga berlebihan kan kalo aku pengen punya sebuah tempat nyender yang aku bisa nyender dengan tenang? Yang ketika aku membutuhkannya, dia juga membutuhkanku. Yang ketika aku mencarinya, dia juga mencariku. Yang ketika dia milikku satu-satunya, aku juga miliknya satu-satunya.
So, let’s do it in a right way. Shall we?
0 comments:
Post a Comment