Monday, October 19, 2009

O Alquimista


Another buku pinjeman dari mas Nunow. Minjemnya udah lamaaaaaaaaaaaaa baru dibaca semalem. Judulnya THE ALCHEMIST, karya Paulo Coelho. Sempet keinget komik Full Metal Alchemist yang dulu sempet aku suka. Tapi ngga ada hubungannya sih, kecuali sedikit hal-hal yang berhubungan dengan alkimia-nya.

The Alchemist ini bukunya ngga tebel, ngebacanya cuma butuh before-bedtime plus disambi siaran 2 jam besokannya.
They called it "allegorical novel". Istilah itu ngga berlebihan rupanya. Moga-moga bukan akunya yang jadi berlebihan kalo aku bilang berkali-kali sampe nahan napas pas ngebaca paragraf-paragraf tertentu. I do. Pilihan katanya tidak too much, tidak berat, sangat normal bahkan. Tapi maknanya dalemmmmm banget. Terasa sedikit fantasi, tapi aku yakin bukan fantasi. Dia berbicara tentang alkimia, tapi tidak meng-antidote ketuhanan yang juga disinggung disini. Plotnya berjalan perlahan, tapi tidak lambat. Tidak terlalu deskriptif, tapi aku bisa melihat visualisasinya di kepalaku. Penuturannya begitu bijaksana, tapi tidak menggurui. Aku seperti tersindir oleh buku ini. Tersindir atas pola pikirku akan segala macam hal. Betapa aku telah membiarkan diriku menjadi seorang pengecut, sekaligus seorang pecundang. I really am. But I thanks God to draw me into this book, last night.

Coba ya aku kutip sedikit beberapa paragrafnya. Entah bakal ngasi kamu efek yang sama kaya' aku atau engga. Mungkin bakal terdengar seperti penggalan buku motivasi. Habis cuma sepenggal sih. Taste the whole plate, then you'll know what I mean. Cieh gaya :)

"Kalau kita bergaul dengan orang-orang yang sama setiap hari, pada akhirnya kita akan menjadi bagian hidup dari orang itu. Lalu kita ingin orang itu berubah. Kalau orang itu tidak seperti yang dikehendaki orang-orang lain, maka orang-orang lain ini menjadi marah. Orang tampaknya selalu merasa lebih tahu, bagaimana orang lain seharusnya menjalani hidup, tapi mereka tidak tahu bagaimana seharusnya menjalani hidup sendiri."

"Satu-satunya kewajiban sejati manusia adalah mewujudkan takdirnya. Semuanya satu adanya. Dan saat engkau menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya bersatu padu untuk membantumu meraihnya."


"Tapi malapetaka itu telah mengajariku memahami sabda Allah: manusia tidak perlu takut meraih hal-hal yang tidak diketahui, kalau mereka sanggup meraih apa yang mereka butuhkan dan inginkan. Kita takut kehilangan apa yang kita miliki, entah itu hidup kita, harta benda kita, ataupun tanah kita. Tapi rasa takut ini menguap begitu kita memahami bahwa kisah-kisah hidup kita dan sejarah dunia ini ditulis tangan yang sama."


"Kau harus mengerti, cinta tak pernah menghalangi orang mengejar takdirnya. Kalau dia melepaskan impiannya, itu karena cintanya bukan cinta sejati... bukan cinta yang berbicara Bahasa Dunia."


Ahhh. ARGGGGHHHHH.

*jengkel sendiri saking 'pas'-nya* :D

0 comments:

Post a Comment