Wednesday, October 21, 2009

Tentang Sebuah Rumah Untuk yang Sakit

Sempet mau nulis soal ini beberapa bulan yang lalu, ketika aku ngurus surat keterangan sehat dari sebuah institusi kesehatan. Tapi ketika akhirnya kelupaan, ya udah ga ketulis gitu aja. Dan hari ini, ketika surat itu aku perlukan, aku harus ngurus kesana lagi. Sebenernya sih ngga usah ke institusi kesehatan yang terlalu besar, bisa aja ke afiliasinya yang lebih kecil. Tapi kupikir, ah ya sudahlah, sekalian aja.

Ketika kembali datang kesana, rasanya sama : engga nyaman. Bukan karena bau obatnya seperti kebanyakan orang, tapi karena banyak hal yang menurutku tidak seharusnya terjadi di institusi sebesar itu.

Dari yang paling remeh aja nih, dari meja administrasi. Nomor antriannya tidak berfungsi dan sebagian besar karyawannya makan di loket pelayanan, dihadapan semua orang yang sedang mengantri. Fine, ini jam makan siang. But could you please step backwards, sekedar untuk menunjukkan simpatimu pada semua yang sedang menunggu?

Kemudian tiba giliranku. Administrasi selesai, dan aku dipersilakan untuk menuju ruangan sub-divisi tertentu tempat kebutuhanku akan diurus. Bukan cuma itu, aku juga diminta untuk membawa sendiri sebuah map berisi record medis-ku, dari loket administrasi ke sub-divisi tersebut; just like anybody else there. Lucu, karena di map itu tertulis "confidential". Tidakkah mereka mengenal komputer dengan jaringan LAN? Untuk menginput dataku di loket kemudian membukanya di ruangan sub-divisi yang bersangkutan? Gimana kalo ilang? Sobek? Rusak? Gimana kalau pasiennya adalah seorang kakek renta kemudian dalam perjalanan menuju ruangan periksa beliau tanpa sengaja meletakkannya di sembarang tempat? Tidakkah untuk menjaga map itu sampai ke meja sub-sub divisi yang bersangkutan adalah sesuatu yang menjadi tanggung jawab pengelola institusi kesehatan tersebut, bukannya sang pasien? Yang beginian cuma ada disini, atau memang begini SOP-nya? Sungguh ngga ngerti...

Lalu sampailah aku ke ruangan sub-divisi tempat dimana kebutuhanku akan dilayani. Kondisi kesehatanku dianggap tetap sama, seperti 3 bulan lalu saat aku datang meminta surat yang sama. Akhirnya aku ngga diperiksa lagi, dan cuma ditanya : "Sehat kan?" Sambil melongo aku menjawab "Euhh, iya?" Lalu aku dinyatakan sehat, meski tinggi dan beratku diukur ulang. Sesudahnya, aku diminta membayar biaya administrasinya di ruangan lain, dan surat yang aku butuhkan diprint di ruangan lainnya lagi.

Setelah menunggu beberapa lama, surat tersebut jadi. Tapi di surat tersebut tercetak berat badanku yang lama instead of yang barusan ditimbang. Kontan aku menanyakannya pada si ibu yang melayaniku. Mendengar jawaban sang ibu sungguh bikin aku dongkol. She said : "Alah, udahlah mbak, ngga papa, selisih dikit ini. Wong bukan buat ndaftar militer to? Ngga papa palingan mbak!" Wah. It's not about being proud of my weight loss, ma'am (Toh beratku berkurang tanpa sengaja, cuma dikit pula. Beda ceritanya kalo bobotku berkurang jadi selangsing Maggie Gylenhall). Ini tentang melayani seseorang dengan benar dan bertanggung jawab. Belum lagi excuse-nya yang terkesan menggampangkan itu. Aduh bu...

Aku berusaha bersabar, ngomong baik-baik, dan beliau akhirnya bersedia mengganti surat tersebut, yang diprint di ruangan lain itu. Hmmm, mungkin si ibu males jalan kali ya, makanya surat dengan data salah juga harus aku telan mentah-mentah. Maafkan aku ya bu. Aku sedang tidak ingin dimanipulasi...

Selesai urusan, mau pulang, ternyata perasaanku masih harus diremes-remes lagi.

Ketika aku harus melihat bapak-bapak dan ibu-ibu itu... Yang menunggui kerabatnya, dengan duduk lesehan atau tiduran di gang-gang beralaskan koran... Dengan buntelan tas, kebaya dan batik lusuh mereka... Dengan wajah-wajah mereka yang lelah... Dengan percakapan mereka yang penuh kebingungan sambil mendekap map-map rekam medik dan kertas-kertas resep... Dengan para dokter/calon dokter yang muda-segar-pintar berpenampilan wealthy-chic-dandy-whatever-you-name-it, yang hanya melintas dengan tampang lempeng di hadapan bapak-ibu itu... How could they do that? Karena para dokter/calon dokter itu sudah terbiasa melihat mereka? Sementara aku tidak? Tidak bermaksud menggeneralisir, tapi beberapa dokter/calon dokter itu tampak... Ah, ngga tau deh... Don't get me wrong, tapi rasanya prihatin aja ngeliatannya...

Selalu begini. Kunjunganku ke institusi kesehatan ini selalu menghasilkan rasa seperti ini. Rasa tidak nyaman yang terasa sesak di dada. Karena rasa yang jelas tapi tidak terjelaskan.

Is it only me?

1 comments:

Erin a.k.a Rei said...

nope.... aku juga sering bahkan hampir selalu merasa seperti itu... that's why aku benci pergi ke RS, aku juga benci dokter *untuk satu alasan tertentu*

Post a Comment