Tuesday, April 13, 2010

at last : a haircut.

.
Hampir separuh hidupku aku berambut bondol. It started when I'm in junior high. Kuping kebuka, poni pendek, bagian ubun-ubun jabrik. Panjang kuncrit bagian belakang pol seleher. Enaknya, praktis, ngga usah sisiran dan nata-nata rambut. Ngga enaknya, hampir 2 bulan sekali mesti cutting. Soalnya sekali rambutnya bondol, kalo panjang dikit, modelnya jadi ngga karuan. Kebetulan si rambut ini karakteristiknya sungguh tidak halus dan bersahabat. Jadi instead of si rambut memanjang alami dengan indah, dia malah mencuat kesana-sini secara agresif. Bondol tapi tanggung! Kalo kata bang Ade, tampangku yang lagi bondol tanggung tuh kaya Ian Antono. Piye jal kuwi? Akhirnya potong lagi, potong lagi, jadinya bondooool terus selama bertaun-taun.

Menjelang wisuda, 2 taun yang lalu, ada sedikit effort buat manjangin. Biar sanggulnya (walau cuma seucrit chignon) bisa nyangkut di kepala. Walau gerah, dikuncar-kuncir dan tampang jadi wagu, aku tahan-tahanin dah. Habis wisuda, ternyata malah jadi males potong bondol lagi. Soalnya ngga kebayang mesti melalui masa-masa rambut tanggung lagi dan cutting 2 bulan sekali. Plus, have no idea mau dipotong kaya gimana. Akhirnya ended up dengan dikuncir, motong-motong poninya yang nyolok mata sama ngetrim buntut belakangnya. Kadang ke salon kadang motong sendiri. Huhu.

Yesterday, mbuh kesambet apa, tiba-tiba ngerasa fed up banget sama kunciran dan rambut sebahu yang rapi segan acak tak mau ini. Sumuk! Akhirnya... Aku memotongnya. Karena pendeknya ngga seekstrim yang dulu, so I guess it will be okay. Err. Maybe.

BEFORE. Dua taun sumuk manjangin, wujudnya jadi aneh.

AFTER. Setelah dipotongpun tetep mencuat-cuat.
.

0 comments:

Post a Comment