Tenggorokanku tercekat. Dadaku nyeri.
Ketika melewati bangunan ini.
Lingkungan ini.
Terlempar ke waktu itu.
Mengejar sesuatu walau nurani berseru.
"Langkahnya lebar, tidak seperti langkahmu!"
Hasilnya, aku menjadi hitam dan biru.
Aku tidak lekas beranjak, rajam mereka.
Lekas? Tolok ukur lekas itu seperti apa?
Ada alasan mengapa logika dan rasa dibedakan menjadi dua.
Karena mereka memang tidak sama.
Karena mereka tidak selalu senada.
Katanya, cermin yang pecah bisa direkat seperti semula.
Tapi lihat, betapa jelas serpih retaknya.
Kecuali, ya, jika kau gunakan alkimia.
Memang bukan tiap sudut kota.
Bukan tiap sudut ruang dan benda-bendanya.
Tapi kenangan, bisakah kau lepas dan letakkan di atas meja?
skip to main |
skip to sidebar
0 comments:
Post a Comment