Wednesday, August 26, 2009

Pointless and.. a bit loooong post. Watchout.

Sekarang udah nyaris tengah malem. Badan udah mulai capek, punggung pegel, mata pedes. Tapi dibawa tidur belom bisa. Harusnya sih dibawa ngerjain sesuatu yang berguna, misalnya : ngerjain beberapa kerjaan Ramadhan yang udah kaya’ skrip sinetron kejar tayang, tiap hari digarap terus (mas Iyan, we owe you A LOT). But, yahhh, you can say that again. Kepala dimana, hati dimana. Jatohnya scribbling ga jelas begini.


So I’m sitting here. Di depan laptop, dengan playlist ‘membunuh’, segelas besar nutrisari dan satu pak penuh amunisi bercukai. Ah talking bout the ciggies, bulan puasa ini membawa pengaruh yang baik buat paru-paru nampaknya. Satu pak isi 12 ngga habis buat 3 hari. Bener-bener detoks. Uh-hum. *sambil satu tangan diangkat worshipping keatas, kepala geleng-geleng* Tapi kalo pas begadangan begini jatoh-jatohnya sama aja sih. Oh well.


Let’s talk about… apa yah? Yang penting apa yang ngga penting? Eh baidewei.. Apa batasan penting dan ngga penting buat sebuah posting sih sebenernya? Apakah jika menceritakan tentang sesuatu yang sedang happening itu penting? Atau bagaimana jika Cuma ngemeng soal diri sendiri? Pentingkah itu? Bukankah the real matter of a blog is the writer’s thought? Ngga peduli apakah itu penting atau ngga penting.


*Give Me Novacaine mengalun, sempetin manggut-manggut dulu*


Jadi keingetan seorang teman, yang dulu sempat getol sekali menulis blog karena menanti comment teman-temannya terhadap tulisannya. But since he’s been so busy, dia sekarang cuma ber-microblogging ria lewat wall facebook. The captivating thing is, seringkali status yang dia tuliskan memang diharapkan untuk mendapat feedback sebanyak-banyaknya. Jadi kadang dia bilang : “Nulis status apa lagi ya?” atau “Kira-kira kalo aku nulis begini seru ngga ya?”. Dan dia akan sangat senang jika statusnya hari itu diberi comment oleh banyak orang. Dengan dasar penulisan status semacam itu ngga jarang dia bakal menghapus suatu status jika status yang bersangkutan terbilang ‘sepi’, alias cuma di-comment-in oleh 1-2 orang. Oh dan dalam sehari bisa dipastikan dia akan berganti status lebih dari 3 kali.


Well I ain’t said what he did was wrong. It’s definitely his right. But for me myself, what I wrote on my status is what I feel. Bahkan sekarang cenderung sudah mulai agak kehilangan minat ber-facebook ria. Ilang minat Cuma dikit kok, coz I still need it to keep up with my old friends.


Oke balik lagi ke soal setting-up status facebook. Yang dilakukan temanku itu adalah… memunculkan kontroversi? Berusaha meng-entertain teman-teman facebooknya dengan status yang kadang jahil-kadang nyerempet mesum-kadang provokatif? Only craving for attention? Or it’s something that runs in his genes : bikin sesuatu yang beda?


Apapun motifnya, yang dia lakukan adalah ‘membuat sebuah sebab untuk melahirkan akibat’. Nulis status lucu = komennya banyak. Sebab. Akibat. In purpose. Aku jadi kepikiran. Bagaimana dengan blogging? Apakah memang blogging dimaksudkan untuk melahirkan akibat bagi orang lain? Mungkin beberapa orang yang membacanya akan terinspirasi. Kita berbagi tips. Berbagi pengalaman. But should it happens in purpose? Bagaimana jika seseorang menulis blog dan blognya tidak dikunjungi siapapun? Tapi jika tidak ada feedback, apakah blog ini jadi bermanfaat? Karena aspek WWW disini seharusnya ada manfaatnya. Kalo ngga, kenapa kita ngga nulis aja di notepad atau di diary tulis manual yang disimpan di bawah bantal? (yes! Rhyme of the nite!)


Mungkin disini konteksnya harus kita bedakan ya. Tentang tujuan blog itu sendiri dibikin. Blog untuk online shopping, blog untuk komunitas tertentu, blog fashion, semua punya fungsi masing-masing dan di-treat dengan cara yang beda. I believe kalo di blog-nya Raditya Dika, dia engga lagi menulis buat diri sendiri. Maksudnya, dia memang masih menulis untuk memenuhi kebutuhan jiwanya. Tapi seorang Raditya Dika kan sudah menjadi milik banyak orang, whose longing for his writing, yang bisa protes kalo Raditya Dika lama ngga posting (another rhyme!)


Raditya Dika bilang, dalam blogging ‘tulislah perasaan paling kuat yang kamu rasakan’. Tapi dia juga bilang, kalo bisa kemaslah blog supaya menarik so people will stick reading it till the end. Disini pertanyaannya. Kenapa si blogger harus membuat blog yang menarik supaya orang betah membacanya? Jika si blogger sudah puas dengan apa yang ditulisnya, kenapa harus dipercantik demi menarik pembaca? Bagaimana jika si blogger cuma pengen nyampah aja?


Yah, kalo begini ya emang jadi balik lagi ke tujuan blog itu dibikin. Kalo Cuma pengen nyampah dan ngga bother kalo blognya sepi-sepi aja, so let it be. Ini era kebebasan informatika ceu! Informasi bertebaran dimana-mana. Tapi kalo si blogger butuh feedback dari pembaca, berarti memang harus mengemasnya sedemikian rupa, supaya si pembaca betah baca sampe akhir, bahkan tergugah untuk meninggalkan jejak. Termasuk temanku dan status facebooknya yang fancy itu.


Hiah. Kok lama-lama jadi ngga jelas begini yeuh tulisannya. Patut dicurigai kalo inti postingan ini adalah excuse kalo banyak tulisanku yang tidak memenuhi standar mutu. Muhahaha. Soalnya saya baru sampai pada tahapan menulis untuk diri sendiri. Bahkan hasilnya juga masih less-interesting. Ya, meskipun aku selalu menempatkan tulisanku ‘bercerita’ pada orang lain. Mungkin bawaan penyiar, dengan dalil ‘talk to a friend’-nya kali ya. Tapi sungguh, betapa beruntungnya mereka yang diberi gift : nulis buat diri sendiri aja jatohnya asik, apalagi nulis yang in purpose for certain advantage.


Hmmm, aku memang masih harus banyak belajar menulis. At least sekarang buat diri sendiri. Mungkin suatu saat aku bakal nulis buat tujuan tertentu. Belajar menulis, berarti belajar membaca juga ya. Wah, tiba-tiba jadi ngerasa, otakku sudah terlalu lama tumpul. Jadi pengen sekolah lagi. WAIT. Wow. Ngimpi apa coba, aku yang lulus kuliah 3 tahun 36 bulan :) ini tiba-tiba pengen sekolah lagi?? Wah wah, apakah susunan rasi bintang diatas sana ikut mempengaruhiku?


Have to admit, aku nih orangnya males baca. Baca sih suka, tapi bener-bener depends on mood. Diklat kuliah? Dibaca sih dibaca. Tapi jangan harap dibaca dengan senang hati sampe mengerti (aha!). Seingetku aku belom pernah baca buku non-fiksi dengan sepenuh hati. Eh pernah ding… Bukunya Budiman Hakim. Tapi itupun karena emang yang nulis jagoan, materinya aku suka dan konteksnya ngga serius. Lalu aku jadi sedih sendiri… Kok begitu yah? Kaya’nya ini juga yang bikin aku susah fokus. Kalo topiknya ngga aku suka, males. Padahal kan.. Hey, world doesn’t revolves only around me. Kadang seperti buku, kita harus ‘mengunyah’ situasi yang tidak kita suka, karena kita harus. Kita tidak selalu bisa menolak sesuatu semudah kita menutup sampul buku yang kita ngga mudeng ato ngga suka. Sometimes we should push ourselves through the limit. Begitulah cara hidup manusia dewasa. Jiahhh jiji dah.


Am not being skeptical and mind to generalized. Ini soal aku -yang seperti dalam hal menulis atau membaca- susah fokus sama satu hal sampai selesai. Bener-bener ngga beres. Balik lagi, contohnya ya postponed daily works yang akhirnya ngerepotin banyak orang. Tsk tsk tsk. Baaaaad me.


So let’s sum it up (karena.. hoaahhhmm udah mulai ngantuk) : rasa-rasanya aku harus memaksa diriku sedikit lebih keras untuk menyelesaikan segala hal yang sudah aku mulai. Entah itu membaca buku, menulis blog atau apapun. Karena apa? Yak benar sekali : world doesn’t revolves only around me.


Playlist udah mulai berulang. Udah lewat tengah malam. Ashtray choke-full. Besok bangun sahur. Bobo ahh. *yawn*



ps : ditulis tadi malam, diposting pagi ini

0 comments:

Post a Comment